Semula aksara Batak hanya dipahami dan dimengerti oleh kalangan yang sangat terbatas saja yaitu para ahli mejik (magic) dan pengobatan (datu atau guru). Jadi pustaha pada umumnya ditulis para datu. Kelompok pemimpin agama (parbaringin dan parmalim) juga memahaminya tetapi hanya menulis hal-hal tata cara keagamaan saja, karena mereka sama sekali bukan datu dan tidak mencampuri urusan mejik. Pustaha isinya kebanyakan memuat tentang kedukunan, obat-obatan, dan peramalan (nujum). Ini yang dituliskan. Jadi dalam pustaha tidak ditemukan mengenai silsilah (tarombo), kesusasteraan, pantun, syair (turi-turian, umpama/umpasa) yang adalah diturunkan dari generasi ke generasi secara lisan.
Aksara Batak dibagi dua :
1.Ina ni surat
Biasanya urutannya diketahui selama ini dan sering dipakai di sekolah adalah a-ha-na-ra-ta-ba-wa-i-ma-nga-la-pa-sa-da-ga-ja. Urutan ini mudah untuk diingat dalam bentuk kalimat “aha na rata baoa i mangalapa sada gaja” yang artinya “apa yang hijau lelaki itu memotong seekor gajah”. Tetapi sesungguhnya urutan ini adalah ciptaan baru dan tidak memiliki landasan tradisional
2.Anak Ni Surat
Semua ina ni surat berakhir dengan bunyi /a/. Bunyi ini dapat diubah dengan menambah nilai fonetisnya. Pengubah ini disebut diakritik. Diakritik dalam anak ni surat sebagai berikut :
1.Bunyi /e/ (pepet/keras) disebut ‘Hatadingan’, dengan menambah garis kecil disebelah kiri atas ina ni surat, contoh :
2.Bunyi /ng/ disebut ‘Paminggil’, dengan menambah garis kecil disebelah kanan atas ina ni surat, contoh :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan yg aneh2 yo
jgn yg ad kata kasarny jg